Rabu, 06 Juli 2011

Deteksi Kesehatan Lewat Kekerasan Ereksi

Tingkat kekerasan ereksi atau Erection Hardness Score  pria bisa menjadi indikator gangguan kesehatan yang memengaruhi kebahagiaan rumah tangga. Ini terungkap dari hasil survei Ideal Sex In Asia 2011 yang dilakukan PT Pfizer Indonesia.

Dari survei terungkap bahwa kekerasan ereksi yang tidak optimal bisa menjadi tanda adanya gangguan kesehatan kardiovaskular dan penyakit kronis lain seperti diabetes, penyakit hati, obesitas, darah tinggi dan stroke.

Sebanyak 62 persen pria yang terlibat dalam survei, dengan tingkat kekerasan ereksi di grade 3 (EHS 3), lebih sering mengunjungi dokter diabandingkan dengan mereka yang memiliki kekerasan ereksi di grade 4 (EHS 4). EHS 3 dianalogikan keras seperti sosis, sedangkan EHS 4 dianalogikan seperti mentimun.

Menurut Dr Heru H, M Repro, SpAnd dari Asosiasi Seksologi Indonesia, ketika seorang pria tidak bisa mencapai tingkat kekerasan optimal (EHS 4), sel-sel pembuluh darah yang ada dalam organ intim tidak sepenuhnya terisi darah. Ini yang kemudian dihubungkan dengan diabetes, obesitas, dan kelainan pembuluh darah. Tingkat kekerasan ereksi sering pula dihubungkan dengan masalah psikologis dan konsekuensi penuaan.

“Pria EHS 3 lebih cenderung sakit-sakitan. Sebenarnya, kekerasan ereksi adalah tanda peringatan adanya masalah kesehatan yang bila dibiarkan tanpa perawatan medis, dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari,” katanya saat ditemui di acara Peluncuran Survei Baru, Ideal Sex In Asia, di Plaza Semanggi.

Survei tersebut melibatkan 1.685 pria dan 1.624 wanita di 10 negara Asia, yang aktif melakukan hubungan seksual. Sebanyak 220 pria dan 200 wanita di antaranya adalah warga Indonesia. 

Berdasar survei itu, pria dengan EHS 3 memiliki kecenderungan menjalani rawat inap sebanyak 3 kali lebih sering dibanding dengan pria yang memiliki kekerasan ereksi optimal. Pria dengan EHS 3 disarankan berkonsultasi dengan dokter untuk mengidentifikasi penyebabnya dan melakukan terapi farmakologis.

“Terapi ini sudah teruji secara klinis dapat mengoptimalkan fungsi seksual pria dan membantu pasutri mencapai pengalaman seksual ideal,” kata Dr Heru.

Selain menjadi indikator kesehatan pria, tingkat kekerasan ereksi juga dikaitkan dengan kebahagiaan hidup pria. Hasil survei menyebutkan bahwa pria yang memiliki tingkat kekerasan EHS 4 merasa dua kali lebih puas dengan hubungan rumah tangganya dibanding pria dengan EHS 3.

Pria dengan EHS 4 juga cenderung mengatakan 'yakin' atau 'sangat yakin' melakukan hubungan seksual daripada pria dengan EHS 3: 50% vs 27 %.

Wanita dengan pasangan EHS 4 pun merasa sangat puas dengan tingkat hasrat seksual, kinerja seksual pasangan mereka, serta memili kepercayaan diri atas perilaku seksual mereka sendiri dibanding dengan wanita dengan pasangan EHS 3.

Namun yang menjadi masalah, pria dan wanita, terutama di Indonesia merasa kurang nyaman mendiskusikan fungsi ereksi dengan dokter mereka. Hampir setengah responden bahkan mengaku tidak nyaman dengan masalah percakapan tersebut.

Sebanyak 45 persen pria dan 47 persen wanita mengaku bahwa mereka merasa tidak nyaman atau sangat tidak nyaman untuk mendiskusikan funfsi ereksi dengan dokter. “Tidak perlu malu jika suami mengalami masalah ini, yang penting segera cari solusi yang benar untuk mengatasi masalah ini,” kata Dr Heru. (umi)

Bahaya 'Seks Solo' Bagi Pria Muda

Beberapa studi mengkonfimasi bercinta memiliki manfaat yang sama dengan berolah raga. Namun perlu diingat, terlalu banyak melakukan 'seks solo' alias bermasturbasi menyebabkan pria rentan mengalami gangguan disfungsi ereksi, bahkan di usia muda.

Menurut sebuah studi terbaru yang dilakukan para ahli dari Universitas Padua dan dipimpin oleh Profesor Urologi Carlo Foresta, sekitar 70 persen pria muda yang meminta bantuan medis dengan keluhan gangguan seksual, memiliki kebiasaan terlalu banyak menonton film erotis.

Seperti disebutkan Dr. Foresta, fakta yang terungkap dari penelitian ini memperlihatkan sebuah ironi--di usia muda pun banyak pria mengalami gangguan ereksi. Mereka juga bahkan tidak menikmati hubungan seks dengan wanita sebenarnya.

Menurut para ilmuwan seperti dilansir Genius Beauty, hal ini disebabkan penyimpangan dalam proses pengembangan hormon dopamin, hormon otak yang terlibat langsung dalam pembentukan kecanduan, terutama obat.

Studi menemukan, mengurangi ketergantungan pria terhadap video erotis akan memperbaiki dan meningkatkan kinerja seksual secara bertahap.
Jemari Pengaruhi Panjang Organ Intim Pria


Jari bagi sebagian orang hanyalah bagian organ tubuh. Tapi sebuah studi yang dilakukan ilmuwan Korea menemukan hal unik bahwa jemari berkaitan erat dengan kekuatan seks pria.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal online Andrologi Asia melibatkan 144 pria Korea berusia 20 atau lebih tua yang menjalani operasi urologi. Peneliti mengukur organ intim mereka dalam keadaan santai dan bantuan analgesik dengan ketepatan milimeter. Pria yang mengakui dengan kondisi yang mempengaruhi ukuran penis mereka-seperti hypospadia atau striktur uretra - dikeluarkan dari studi.

Hasilnya, dibandingkan tinggi badan, rasio digit jari tangan terkait langsung dengan ukuran penis pria. Rasio digit jari disebut sebagai 'faktor prediktif' paling signifikan untuk mengukur panjang penis.

"Jadi, semakin pendek selisih tinggi jari telunjuk dan jari manis, semakin panjang organ intim saat menegang," demikian ditulis laporan tersebut dikutip dari laman Mirror.
Menurut tim peneliti, fenomena ini berhubungan dengan tinggi rendahnya eksposur androgen prenatal. Studi ini juga menyatakan, paparan androgen tinggi seperti testosteron saat prenatal, umumnya juga mengakibatkan orang menjadi lebih tinggi.
Tingkat androgen dalam embrio laki-laki mulai meningkat pada minggu 8-24 masa kehamilan. Puncaknya terjadi antara minggu ke- 14 dan 16.

Dalam studi yang sama, peneliti menyebutkan, rasio cincin juga berkorelasi dengan sejumlah aspek biologi reproduksi dan perilaku seksual selama dekade terakhir. Termasuk hubungan dengan risiko kanker prostat.

Ilmuwan mengkritisi hasil temuan diantaranya adanya sifat analgesik dari anestesi. Berarti penis bisa terentang melampaui panjang wajar. Sedangkan kritikan lain berisi temuan tidak valid karena hanya melibatkan responden pria asal Korea.